Ketika sebuah bulatan hitam itu bertemu, 'sense' yang
menggelitik di sekujur tubuhmu, membangunkan seluruh bulu kudukmu; itulah yang kau namakan sinyal, tentang bagaimana cara untuk mendekatkan guratan berbentuk sempurna itu satu sama
lain dan saling bertukar nafas yang sama-sama saling menenangkan dikala keduanya saling menenangkan diri dari dada yang tak henti-hentinya berdesir, gemetar.
Yang selalu kuingat adalah kehangatan dibalik nafasmu, matamu yang tak berkedip-kedip — lalu padam.
Ketika
lekukan-lekukan itu saling bertemu, dan bagaimana cara kau melumatnya; dengan halus, lembut, dan penuh gairah, disitulah desir-desir tak menentu dan detakan jantung yang tak
beraturan mulai bermain dengan sangat klimaks, sangat klimaks dan sempurna, sama-sama memaksa diri untuk terlihat begitu normal, ya, normal, mengontrol segala desir pun gairah.
Dan selingan tawa yang sama-sama kita selipi
ketika mata itu menyala kembali, dengan rasa terheran-heran kenapa hal itu telah terjadi, percikan-percikan kembang api tak henti-hentinya meletup dalam diri, saling menatap ketika lekukan itu
masih terekat, merasakan sisa-sisa manis beberapa saat yang lalu, meredupkan beberapa ribu kembang api dalam diri, dan merasakan nafasmu yang masih terhembus-hembus untuk kuhirup
kembali dan kusesap, aku kekurangan oksigen.
Tanganmu yang seraya tak mau kalah, ikut melibatkan diri untuk menghangatkan seraya memberi tanda, "kau aman, kau berada di dekatku, sangat dekat".
Ketika
tanganmu mendorong lebih dekat lagi untuk kehangatan yang
berlipat-lipat, disitulah aku merasakan ada sebuah magnetik yang menarik
tanganku untuk melingkarkannya disekujur lehermu, memberi respon bahwa, "aku membutuhkanmu lebih dekat, masuklah ke dalam diriku".
Dan begitulah konsep yang
selalu kau lakukan, sebuah tatapan tanpa kedipan diakhir semua itu,
seperti melihat sebuah seni yang tak pernah kau kenali sebelumnya,
terkesima.
widiiih kereeen banget ini diksi nyaa :) sukses selalu yaa
BalasHapus