Selasa, 14 Mei 2013

karena yang kita harapkan, berbeda.

Masih teringat pekat tanggal 12 Mei 2013, rasa kecewa, pedih, amarah, dan sedikit kelegaan bercampur menjadi satu.
Tapi yang kurasakan sangat pedih, ketika aku tidak mengerti akan perasaanmu selama ini.
Aku terlalu egois, ya, aku tahu.
Waktu itu keinginan kita berbeda.
Kau ingin melanjutkan kisah ini, dan aku ingin menutup bukunya dengan paksa.
Tetapi, kau mengalah, dan akulah pemenangnya.
Kisah kita berakhir setelah aku memaksa mengakhiri ceritanya dan menutup bukunya serta menghapus segala kenangan didalamnya, kukira, aku akan bahagia setelah aku menutupnya.
Ternyata tidak.
Semakin hari, aku semakin mengerti akan perasaanmu.
Kau menyayangiku, sungguh menyayangiku.
Dan kau terus mengelak bahwa akulah yang salah, walau sesungguhnya aku yang salah.
Aku tahu, jauh didalam hatimu kau menyimpan amarah, maaf, aku terlalu egois.
Hingga tiba saatnya, kau keluarkan segala amarahmu. Dan kau membuatku semakin menyesal, karena aku meninggalkanmu jauh disana. Dan kini wujud kenangan kita hanya seperti ilusi, ilusi yang menggumpal didalam benak dan menggodaku untuk terus mengenangnya kembali.
Kucoba untuk keluarkan segala amarahku dengan memutar lagu Iris - Sleeping With Sirens yang waktu itu kau berikan padaku, aku ingat sekali kau bilang lagu itu bagus, aku setuju, lagu itu menggambarkan betapa aku merindukanmu didalam kesakitan yang menusuk dan berdarah.

Segala kenangan terputar kembali seperti kaset rusak; tanpa henti.
Dan sakit yang kurasakan juga tanpa henti seiring kenangan itu terputar kembali.
Aku berjanji pada diriku untuk berhenti menangisi semua.
Dan aku menyimpan janji itu sendiri, karena saat ini tak ada yang bisa memegang semua janjiku dan akan memarahiku jika aku mengingkarinya.
Kenapa semua hal membuatku kembali teringat akan sosokmu?
Inikah penyesalan? Entah, aku tak bisa menjelaskan perasaanku, mungkin waktu akan menjawab dan memperbaiki semua ini.

Aku harus belajar untuk melupakanmu disaat kini kau enggan mengetahui sosokku.
Aku mengerti, aku terlalu bodoh untuk menyia-nyiakanmu.
Dan sekarang kau tak akan pernah membaca setiap pesan-pesan tersembunyi yang kubuat khusus untukmu disini.
Atau mungkin terlintas di pikiranmu saat kau membaca ini bahwa aku bodoh, aku tolol.
Ya, aku memang bodoh.
Kini kau pergi, kau enggan mengetahui lagi siapa sosokku, kau enggan menganggapku sosok yang pernah hadir di hidupmu lagi, kau enggan mengingat segala kenangan. Aku percaya kau mampu melupakanku, sosok yang selalu mengecewakanmu, dan selalu membuatmu kesal. Aku hanya beban, aku mengerti, tapi sekarang kau sudah tak punya beban kan sejak aku pergi? Kau akan bahagia dengan duniamu disaat duniaku rapuh.
Aku bodoh, disaat aku memaksa untuk menutup buku itu, aku tetap merasa sedih.
Hatiku yang meminta, bukan diriku.
Maaf, maaf, dan maaf.

Dulu, saat sosokmu masih ada.
Aku belajar bagaimana cara menahan cemburu (aku yang selalu cemburu jika kamu berbicara dengan perempuan lain, ini alasan yang bodoh, tapi aku tak pernah melarangmu, sungguh.), belajar bagaimana cara menahan egois, dan amarah.
Kau bilang kau bahagia untuk memilikiku, bagaimana kau menyayangiku, dan bagaimana kau berkata kau tak akan pernah menjauhiku. Tapi apakah semua itu nyata? Atau omong kosong belaka? Haha, aku tak tahu, yang pasti sekarang kau sudah tidak ada disini bersamaku.
Kamu ingat saat itu aku mengirimi kamu berbagai checklist yang akan kita lakukan bersama saat 2 bulan? Lucu kan bagaimana ide itu terlintas?
Tapi entah, kini semua itu tidak akan kita lakukan selama 2 bulan. Kita tidak akan pernah melakukannya.
Aku hancur, melebur, menguap, dan meleleh. Dan kepingan kecil dari hidupku sekarang sudah terpisah jauh dari hidupku, entah kemana mereka pergi bersama kebahagiaan, dan sekarang kesedihan akan setia menemaniku.
Bisa tidak kau resapi sedikit kata-kata disini? Aku takut kau salah paham.

Kita bukan seorang sahabat, apalagi teman.
Kita hanya orang asing dengan seribu kenangan yang menggumpal.
Terima kasih pernah datang menemaniku.
Aku salah, sungguh-sungguh salah.
Aku tidak meminta sosokmu untuk kembali, tapi aku hanya ingin kau mengerti.
Dan aku sudah mengerti semua apa yang kau minta kepadaku untuk mengerti.
Jika kau tidak ingin, akupun tidak memaksa, asalkan kau bahagia, aku rela kehilanganmu.
Asalkan kebahagiaanmu itu tidak melibatkan kesakitanku. :)

Sekarang, aku tak tahu yang mana yang akan kusalahkan.
Dirimu yang telah membuatku menyesal?
Diriku yang telah menutup kisah ini secara paksa?
Atau Tuhan yang membuat jalan kita seperti itu?

— rainy tuesday; 14 May 2013, 17:25 PM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar