Beribu air mata telah jatuh sebelum aku membuat rangkaian kata ini.
Kesakitan yang menumpuk, yang tak tahu harus aku lampiaskan dimana.
Dan akupun tak tahu ada di alam mana aku sekarang.
Tak seorangpun mengerti alangkah sakitnya batin ini, sehingga kurelakan fisik ini yang tersakiti.
Yang terbuai dengan keindahan semata, yang ternyata membutuhkan goresan didalamnya.
Dimana Tuhan saat Ia berikan rasa sakit ini? Apakah Ia tertawa karena aku selalu tertatih? Atau Dia iba padaku? Entahlah, aku hanya butuh sebuah pertolongan yang akan merubah segalanya.
Aku selalu mengeluh, dan aku tak pernah pikirkan berapa kesakitan yang harus aku tanggung saat kebahagiaanku ini hilang.
Sekarang? Ternyata ia sudah hilang.
Aku selalu merasa salah, selalu tahan luka, selalu kehilangan arah, selalu tak peduli dengan siapa yang kusakiti!
Sekarang? Siapa yang tersakiti? Aku, si iblis kecil.
Aku selalu berharap kebahagiaan datang kekal.
Aku selalu meminta agar aku tak merasakan sakit ini lagi.
Aku selalu minta dikuatkan.
Ternyata, tak satupun terkabul.
Akhirnya...
Kamu sadar bahwa sesungguhnya aku memang harus disakiti.
Tapi tak pantaskah aku berkabung dengan kebahagiaan?
Sekarang, iblis sudah renggut senyumku, kini ia ganti senyumku dengan kesakitan yang infinity.
Aku ingin kebahagiaanku yang kekal!
Apa harus ada luka yang tergores?
Luka batin, atau luka fisik?
Aku akan lakukan semua demi kebahagiaan!
Sungguh.
Atau aku....harus hilang dari muka bumi ini?
Jika menghilang tidak dosa, mungkin sudah lama aku menghilang.
Tapi bumi selalu tahan aku untuk tidak tetap menghilang dan menyiksaku dengan kesakitannya, katanya, agar aku kuat, agar aku tidak cengeng! Tapi apa? Sia-sia semua, tak ada artinya sama sekali.
Tolong..
Aku tidak bermaksud untuk menyakiti siapa saja, aku hanya ingin, semua mengerti apa yang kumaksud.
Mungkin tak seharusnya aku ada disini, atau tak seharusnya aku melakukan ini semua?
Lalu apa yang aku harus lakukan agar hidup ini bisa berubah? Agar tak ada lagi kesakitan? Entah, aku sudah lelah mencari jawaban untuk itu hingga ke sudut dunia sana. Masih belum bisa kutemukan.
Apa kau tak bosan mendengar kata sabar?
Sungguh, kata itu membosankan dan tak ada artinya lagi.
Kini aku hanya bisa berdiri disini menatap semua kesalahan yang telah kuperbuat dan berharap waktu bisa menghapus memori itu sekejap. Brainwashed.
Namun apa daya? Tak ada keajaiban seperti itu, hanya ada di Neverland sana.
Kini aku hanya bisa bertanya pada ke semua mahluk di bumi ini.
"Apa ada kata lain selain sabar?"
Muka mereka masam, mereka tak mampu menjawabnya, mereka hanya menggelengkan kepala mereka seakan mereka tidak mengerti rasa kesakitan ini. Mereka tak mengerti. Mereka hanya bisa meratap kasihan diatas kesakitan yang tak berujung ini. Mereka mungkin terkadang membuat senda gurau-an tentang kesakitanku, itu hanya membuat kesakitan ini bertubi-tubi.
Sungguh tidak berperikemanusiaan
.
Aku terus menggores kata-kata diatas kertas putih dengan tinta hitam dan juga tetesan air mata.
Menggores setiap kesakitan yang sama tergoresnya ketika aku menulis kata-kata yang terlontar di pikiranku.
Menyeka air mata yang tak mampu diseka, menulis kata-kata dengan hati yang membara.
Menahan suara yang akan terlontar dari kerongkongan. Terasa panas dan sakit.
Tapi tak sama sakitnya dengan goresan yang ada disini.
Di hati ini. Di hati paling dalam.
Sakitnya menjalar ke seluruh rangsang tubuhku. Mulai menyakiti satu sama lain.
Aku mulai kehilangan kendali, aku marah pada semuanya.
Aku kesal dengan semua hal.
Kenapa Tuhan tak bisa berikan aku kekuatan yang lebih banyak? Aku butuh itu! Apa Tuhan mau lihat aku seperti manusia di luar sana? Dengan mudahnya mengakhiri hidupnya seakan mereka tidak ingat dengan sosokmu.
Aku tak mau menjadi sebaris dengan mereka.
Tuhan sadar! Mahlukmu yang paling lemah ini meronta kesakitan! Apa kau tidak peduli padaku? Apa kau melupakan waktumu untuk mendengarkan setiap cerita denganku setiap kali aku memohon doa? Ya, mungkin aku juga terkadang salah, aku melupakanmu, aku melupakan segala hal di muka bumi ini, dan hanya tertuju ke satu hal, kesakitan yang takkan pernah hilang.
Permanen.
Apakah Tuhan disana saat aku memohon doa? Apakah Tuhan disana? Atau Tuhan sedang mendengarkan doa yang lainnya? Doa yang tak setara dengan kesakitanku? Maaf, aku telah lancang Tuhan. Tapi ini terlalu sakit untuk kualami. Aku belum siap untuk tersakiti seperti ini, inikah kesakitan tahap awal yang kau maksud, Tuhan? Inikah?
Aku mau bercerita padamu. Tapi aku takut setiap aku bercerita, air mata ini tak mampu kuseka sehingga kau hanya bisa mendengar desakkan tangisku, aku tak mau melihatmu terbasahi oleh air mataku, aku tak mau Tuhan.
Cukup tangan ini yang menghapus kesakitan. Cukup tangan ini yang menutupi kesakitan ini. Cukup senyum yang menjadi pembohong diatas kesakitan ini. Aku memang pembohong.
Tuhan, akulah mahlukmu yang selalu berbohong, tapi bisakah, kau salahkan kesakitan? Karena dialah yang merubahku. Sungguh.
04 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar