Sabtu, 30 April 2016

lelaki yang hadir pada malam natal.

25 Desember 2015.

Untuk pertama kalinya aku mendapatkan hadiah Natal terspesial dari Tuhan. Ya, aku memang bukan penganut, tetapi aku tetap menyebutnya hadiah Natal karena ia hadir di malam Natal, adil?

Rasa gugup memang seharusnya hadir pada kali itu, aku belum pernah bertemu denganmu sebelumnya, bertegur sapa bahkan bertatap mata pun tidak. Mungkin saja satu kemungkinan; kau pernah menghirup udara yang sama denganku, mungkin saja.

Gugup. 

Aku berusaha menahannya sebisa mungkin, aku tahu aku bisa, tetapi rasa takut. Bagaimana jika kamu tidak bisa menerima bagaimana wujud dan rupaku, karena selama ini yang kita tahu adalah komunikasi sebatas tatap layar, aku belum mengenal suaramu, apalagi kedipan matamu. Dan malam itu adalah malam pertama kali aku mengetahuinya.

Takut. 

Kaki ini terasa berat, nafas ini terasa mulai tak beraturan, seakan udara tiba-tiba memaksa masuk dan terasa begitu tebal. Baik, aku harus melakukannya. Aku tahu bahwa malam ini akan terlewatkan, bagaimanapun itu.

Mulai melangkah. 

Tak ada senyuman.
Baik..
Mungkin malam ini aku harap akan berlalu begitu saja.

Lalu tangan itu mulai menjulurkan dirinya, ingin bertemu dengan telapak tangan yang begitu basah.
Tangan ini terangkat sendiri, dengan bibir yang berhenti mengatup, mulai menyebutkan susunan huruf-huruf yang indah.
Baik, kini aku mengenal namamu.

Malam ini kita lewati berdua, seseorang yang tak saling mengenal, yang kutahu hanyalah namamu. Baik, satu hal yang kupikirkan adalah, apakah aku memiliki kesempatan untuk menggali dirimu lebih jauh? Mungkin, jika Tuhan dan malam Natal mengizinkan.

Suaramu adalah suara yang mungkin akan menjadi suara yang tak bosan untuk kudengarkan.
Guratan yang menopang seluruh jiwa dan ragamu akan menjadi sesuatu yang akan kucintai, menjadi tempat ternyaman; rumah baruku.
Tawamu akan menjadi suatu obat kala ku rindu.
Semuanya adalah hadiah Tuhan yang dibungkus rapi menjadi satu, sesuatu yang sempurna bagiku.

Hadiah natalku.

Baik, kini semua rasa penasaranku terjawab sudah.
Aku tahu setiap berapa sekon mata itu menutup.
Aku tahu bagaimana pola nafasmu.
Dan aku kini tahu bahwa kita memang sedang berbagi udara, asap yang kau hembus pun aku hirup.

Asap.

Dihadapanku hanyalah ruang kosong yang dihiasi tembok putih dan anak-anak tangga, juga sebuah pintu.
Ruangannya memang tak besar, tetapi ruangan itu bisa diisi oleh kau dan aku.

Kau bakar, kemudian kau hembus lagi.
Aku tak masalah.
Kemudian kita bercengkrama, lebih jauh. Lebih jauh pula aku bisa mengenalmu.

Kini kau berdiri di hadapanku, aku mendongak.
Tanganmu mulai melingkar di badanku, kemudian guratan kecil di wajahmu itu mulai mendekat dan mengadu.

Terdiam.

Baik, apakah ini berarti segalanya sudah amat jauh?

---
Hadiah natalku, kini sudah 4 bulan berlalu.
Bukan lagi hari natal, tapi tetap kau adalah hadiah dari Tuhan untukku.

Aku begitu menyayangimu.
Aku tidak mengerti kenapa Tuhan justru menyuguhkan kau sebagai hadiah Natalku kali ini, Tuhan bungkus dengan rapi semuanya, hanya untukku seorang.

Mungkin.

Aku begitu menyayangimu, maafkan jika kalimat ini terlalu repetitif. Tapi aku tidak tahu apakah ada kata lain yang bisa mendeskripsikan?
Aku takut kau melangkah terlalu jauh, hilang dari pandanganku.
Aku hanya tidak tahu, kini, sekarang, detik ini, menit, dan jam ini, bagaimana caraku untuk melewati setiap harinya, tanpamu.
Aku merasa bodoh, aku menyesal, semua perkataanmu tak pernah kudalami sejauh aku mengenalmu pada awal kita bertemu.
Kini yang aku rasa adalah bagaimana cara untuk kembali ke kala itu. Mustahil, mungkin.

Aku hanya takut kepada jarak, dan perasaan.

Tidak, aku tidak percaya kata mutiara bahwa setiap jarak bisa dilipat begitu saja ketika kita saling mencintai.
Segala jarak dan sentinya akan terasa seperti luka yang membatin, bagaimana mungkin jarak adalah cinta, jarak adalah sesuatu yang bisa dilipat? Tidak, mustahil. Mereka belum pernah bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang Tuhan berikan.

Tuhan, mengapa kau porak-porandakan hadiah Natalku?

Kini sesuatu yang ada di hadapanku bukanlah lagi guratan kecil di wajahnya yang saling beradu.

Namun jarak yang memilukan, dan cinta yang terkoyak.

Jarak.  

1 komentar:

  1. Hi Sha. I know im nothing to you. But, i just want to tell you that i love your eyes, i love your smile, i love your style. I know those words means nothing to you. But, i just want you to know that. There's a guy here who interested to you, who wants to know about you more. Even i dont know when that will be happen.i hope , can i be your christmast gift for this year? Haha maybe. Love your words Sha. Love your mind too��
    Thanks for your time to read this . I'll always watching you.-unkno"W"n.

    BalasHapus